kabarbangkabarat.com – Jakarta, 5 September 2024, Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik dunia dan Kepala Negara Vatikan, menyampaikan dua pesan penting tentang kerukunan antar-umat beragama saat bertemu dengan tokoh-tokoh agama di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Kamis, 5 September 2024.
Kunjungan ini merupakan bagian dari perjalanan apostolik Paus Fransiskus ke kawasan Asia-Pasifik. Yang di mulai pada 3 September dan akan berlanjut hingga 13 September 2024.
Dalam kesempatan tersebut, Paus Fransiskus menekankan pentingnya memahami perbedaan dengan melihat secara mendalam.
“Pertama, selalu lihat sesuatu secara mendalam, karena hanya di sanalah anda dapat menemukan apa yang menjadi persamaan dalam sebuah perbedaan,” katanya.
Paus Fransiskus mengibaratkan hal ini dengan Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Katedral Santa Maria Di angkat ke Surga. Ia menjelaskan bahwa terowongan tersebut, meski tersembunyi di bawah tanah, menuju tempat di mana keagamaan dan spiritualitas bisa di temukan.
Paus juga menekankan perlunya menjaga ikatan antar-umat beragama. Ia kembali mengibaratkan dengan Terowongan Silaturahmi, yang menghubungkan dua sisi yang berbeda.
“Dalam mendekatkan agama dan keyakinan yang berbeda, seringkali orang-orang mencoba mencari titik temu antara doktrin. Namun, yang benar-benar mendekatkan kita adalah menciptakan hubungan yang berbeda-beda, dengan selalu menjaga ikatan persahabatan.” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa hubungan sejati tercipta dari komitmen untuk saling mempelajari tradisi agama lainnya dan memenuhi kebutuhan spiritual masing-masing.
Pesan-pesan tersebut di harapkan dapat menginspirasi masyarakat untuk membangun kerukunan dan saling memahami dalam kerangka keberagaman agama di Indonesia. Paus Fransiskus menegaskan bahwa meneguhkan umat beragama dan kemanusiaan adalah inspirasi yang harus di ikuti. Yang juga menjadi bagian dari deklarasi bersama dalam kesempatan ini.
Ini merupakan kunjungan ketiga setelah kunjungan Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989. Perjalanan selama 11 hari ini juga mencakup kunjungan ke Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura.